Senin, 10 Mei 2010
Minggu, 28 Maret 2010
ABSTRAKSI REDESAIN OUTLOOK EKONOMI SYARIAH INDONESIA
ABSTRAKSI
REDESAIN OUTLOOK EKONOMI SYARIAH INDONESIA
Oleh: Aji Dedi Mulawarman
Staf Pengajar Program Doktor Ilmu Akuntansi FE Universitas Brawijaya
Akhir tahun seperti ini biasanya banyak bertebaran seminar, pertemuan, diskusi panel dan tulisan-tulisan berkenaan dengan outlook ekonomi Indonesia tahun mendatang. Tidak ketinggalan ekonomi Islam atau ekonomi syariah. Penulis merasa para pengamat dan predictor ekonomi Islam/Syariah menggunakanPositivistic Mapping, yang terlalu berorientasi pendekatan matematis dan kuantitatif, serta outward looking.Positivistic Mapping mengedepankan model: to explain and to predict. Perkembangan ekonomi Islam yang dipakai Positivistic Mapping sebagai tolok ukur seperti desain blue print “top-down”, prospek-kendala kronologis, struktural kelembagaan, pertumbuhan linier, dan lebih banyak pendekatan proyeksi statistik.
POSITIVE MAPPING
Positivistic Mapping melihat desain ekonomi Islam Indonesia selalu dikerangka dalam kronologi waktu dengan pencapaian-pencapaian linier dan tumbuh, meningkat dan semuanya diarahkan pada logika umum ekonomi yaitu pertumbuhan/growth, keuntungan dan ekuitas para penggiatnya. Kalaupun ada yang namanya tujuan kesejahteraan itupun kelihatannya tidak berbeda dengan ekonomi konvensional. Pemikiran Ekonomi Kapitalis, Sosialis, Lingkungan atau Ekonomi Baru selalu mendiskusikan alternatif dari dua kata magis Kesejahteraan dan Keadilan menuju Ekonomi Berhati Nurani (Michael Dua 2008). Tidak ada di dunia ini yang mengatakan ekonomi itu tidak bertujuan pada kesejahteraan. Dan itu pula yang kemudian dikritik bahwa ekonomi kesejahteraan Barat hanyalah kesejahteraan bersifat pertumbuhan dan linieritas serta mekanistis. Pemikiran Ekonomi Baru ala Tony Fritjof Capra atau Danah Zohar dan Ian Marshall kemudian mendekati Ekonomi dalam koridor Spiritualitas yang memberi jiwa bagi kepentingan diri-sosial-alam.
CONSTRUCTIVE MAPPING
Ma’rifat Ekonomi Islam tidak hanya melakukan pendekatan seperti Positivistic Mapping, yaitu melakukan interkoneksi model ekonomi konvensional dengan ekonomi Islam tradisional kemudian dilakukan reinterpretasi ulang berdasarkan landasan normative Islam, yaitu Tawhid. Pendekatan positivistic model seperti itu sangat top-down dan tidak membumi. Ma’rifat Ekonomi Islam menggunakan Constructive Mapping, yaitu mengintegrasikan tiga komponen model ekonomi Islam tradisional, model ekonomi konvensional disertai dengan pendekatan empiris interaksi sosiologis masyarakat Muslim yang bersifat bottom-up sekaligus top-down. Berdasarkan integrasi tiga komponen tersebut dilakukan reinterpretasi ekonomi Islam berdasarkan landasan normative Islam, yaitu Tawhid.
Desain blue print dan positioning Ekonomi Islam saat ini (source dari Positivistic Mapping) memang tidak serta merta ditolak dan dihapus. Desain yang “positivistic” seperti itu” dan sudah ada perlu digunakan dan tetap dijadikan salah satu pijakan. Tetapi itu hanyalah salah satu dari desain ekonomi Islam yang di sini disebut Constructive Mapping. Disamping melakukan Positivistic Mapping, diperlukan kajian Non-Positivisticseperti poststrukturalis, fenomenologis dan antropologis, serta genealogis bagi ekonomi Islam. Sinergi diperlukan untuk titik temu ide dan metafisika dalam bentuk aksi “New Blue Print”. Agenda beberapa tahun ke depan adalah merancang pemberdayaan mikro tanpa meninggalkan pengembangan makro ekonomi. Artinya, saatnya memikirkan lebih konkrit mekanisme yang menyentuh langsung pada sektor riil. Seperti, menemukan formulasi mikro ekonomi berasas mashlaha untuk semua, menggali dan mengangkat kearifan lokal berekonomi, sinergi mikro dan makro ekonomi atas dasar kepentingan ekonomi, sosial, lingkungan, serta pengembangan teknis alternatif konsep pembiayaan, seperti salaf atau qardh yang memang secara tradisional fiqh-nya dekat sistem pinjaman/pembiayaan, maupun pengembangan sistem muzara’ah dan musaqah yang memang dekat dengan realitas masyarakat Indonesia, yaitu PERTANIAN.